PENYAKIT NGOROK (SEPTIKEMIA EPIZOOTIKA )
Sinonim : Septicemia Epizootika (SE), Septicemia Hemorrhagica, Hemorrhagic Septicemia, Barbone
Septicemia merupakan bentuk khusus dari pasteurelosis, seperti halnya tifoid yang merupakan bentuk khusus dari salmonelosis. Septicemia merupakan penyakit terseifat pada kerbau, sapi, dan kadang-kadang pada spesies lainnya, misalnya babi, kijang, dan gajah. Pernah juga dilaporkan terjadi pada kuda. Penyebab penyakit SE di Asia adalah Pasteurella multocida serotype B:2, sedangkan di Afrika SE disebabkan oleh kuman P. multocida serotipe E:2.
Epidemiologi
Penyakit SE terdapat di semua wilayah tropis dan subtropis. Kelanggengan infeksi di suatu daerah disebabkan oleh adanya hewan pembawa (carrier) yang jumlahnya bertambah besar tiap kali ada wabah. Jumlah hewan pembawa lama-kelamaan menyusut, terutama bila program vaksinasi dilaksanakan. Meskipun vaksinasi massal dilaksanakan teratur tiap tahun beberapa hewan pembawa akan tetap ada, hingga proses pemberantasan dengan vaksinasi ini dipandang tidak baik. Apabila kejadian SE klinis timbul, yang berasal dari infeksi dalam maupun luar, sejumlah besar kuman pasteurella akan dibebaskan ke tempat sekitarnya dan dapat hidup untuk waktu yang relative panjang, lebih kurang 1 minggu, yang kemudian dapat menulari hewan disekitar penderita yang sekelompok. Wabah terbesar dengan korban ratusan penderita telah terjadi pada kerbau dalam kelompok besar dalam wilayah yang airnya cukup terjamin. Diantara yang sembuh, infeksi subklinis adalah yang paling sering dijumpai serta diikuti dengan kekebalan alami yang mungkin sampai 50 % dari kelompok ternak. Kekebalan tersebut kemudian akan menurun sejalan dengan tingginya kadar antibody tersifat di dalam serum dan mungkin berlangsung selama lebih kurang 1 tahun. Kuman pasteurella tidak mampu tinggal lama di tanah atau di air. De alwis, Gupta, dan peneliti lainnya menyatakan bahwa sapi dan kerbau merupakan hewan pembawa sendiri dan melanggengkan penyakit disuatu daerah. Kebanyakan wabah di Asia terjadi pada musim hujan meskipun kematian dapat terjadi disetiap data di sepanjang tahun.
Pathogenesis
Infeksi berlangsung melalui saluran pencernaan dan pernafasan. Gerbang utama pemasukan pasteurella rupanya terletak di daerah tonsil. Pembengkakan daerah tekak merupakan gejala awal dari penyakit. Pada hewan-hewan yang sangat rentan, misalnya kerbau muda yang tidak kebal, septicemia akan segera terjadi dengan bakterimia pasif yang bersifat terminal. Meskipun beberapa protein yang berdifat toksik dalam jumlah kecil telah ditemukan dalam kuman pasteurela, eksotoksin yang konvensional tidak pernah berhasil ditunjukkan adanya. Gejala-gejala dan lesi bersifat konsisten dengan kejaan endotoksin yang ditemukan dalam jumlah banyak dan berbentuk lipopolisakarida. Pada hewan yang sepenuhnya rentan, kematian dapat terjadi dalam waktu 24 jam setelah terjadinya infeksi. Beberapa sapi asia asli memiliki ketahanan yang lebih tinggi, dan jalan penyakit pada sapi-sapi tersebut menjadi kurang cepat, dengan kematian terjadi setelah 3 atau 4 hari.
Gejala-gejala
Kejadian penyakit di lapangan atau pun secara percobaan pada kerbau ditandai dengan kedunguan, salivsi, serta demam yang mencapai sekitar 40-410C. Pada waktu penyakit berkembang penderita terlihat berbaring, malas bergerak, serta mengalami kesukaran bernafas. Penyakit dengan bentuk tenggorokan yang umum, ditandai dengan busung yang meluas kedaerah leher bagian ventral sampai ke gelambir dan kadang-kadang juga satu atau dua kaki muka. Pada penderita yang sepenuhnya rentan, busung bersifat difus, dengan batas tepi yang meluas. Tekanan pembuluh darah balik menurun dan dalam keadaan terminal diikuti dengan shock endotoksin. Kuman pasteurela dapat diisolasi dari tinja, kemih, air susu, dan saliva sebelum selama hewan dalam keadaan sekarat. Dalam keadaan demikian penderita merupakan sumber penularan bagi hewan yang lain.
Fibrinogen darah meningkat semejak gejala mulai tampak. Dalam percobaan infeksi terhadap hewan percobaan, adanya kuman di dalam darah (bakterimia), yang hanya dapat dikenal secara penanaman kuman, dan tidak secara mikrodkopik, terjadi dalam waktu 12 jam. Hewan yang sangat rentan, misalnya kerbau, biasanya mengalami kematian dalam waktu 24 jam setelah terjadinya infeksi.
Pemeriksaan patologi-anatomis
Dalam seksi terlihat adanya busung pada glottis dan jaringan-jaringan perilaringeal maupun peritracheal. Perdarahan titik mungkin terlihat pada selaput lender organ-organ tubuh, sedangkan cairan busung tidak tercampur darah. Kelenjar limfe yang terdapat di dalam rongga dada dan perut Nampak mengalami bendungan. Bendungan yang bervariasi terdapat pada saluran pencernaan, mulai dari abomasum sampai usus besar. Diare berat berdarah dijumpai setelah injeksi lipopolisakarida kuman serotype B:2 yang dimurnikan. Mungkin zat tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya lesi dalam usus serta gejala-gejala pada kejadian lapangan. Selain dari perubahan-perubahan toksik dalam septicemia, hanya sedikit saja lesi yang khusus yang ditemukan pada organ-organ lain. Perdarahan yang timbul, meskipun nama penyakit adalah hemorrhagic septicemia, tidaklah begitu menonjol seperti misalnya pada keracunan tanaman bangsa paku-pakuan, bracken fern. Sapi biasanya menunjukkan perubahan patologik yang bervariasi, misalnya radang paru-paru. Hal tersebut terjadi karena umumnya sapi-sapi penderita dapat bertahan dari penyakit untuk waktu yang lebih lama.
Diagnosis
Apabila busung tekak dijumpai, diagnosis segera dapat ditentukan berdasarkan gejala-gejala klinis. Kasus yang tidak disertai dengan pembengkakan daerah tekak dan leher mungkin terkacaukan dengan antraks, sampar sapi atau pasteurellosis yang disebabkan oleh kuman pasteurela serotype yang lain. Penderita hamper selalu mengalami kematian pada fase bakterimia. Pasteurela dapat ditemukan pada sediaan apus darah atau eksudat jaringan yang mengalami perubahan patologik, misalnya cairan busung, cairan perikard, dan sebagainya. Kuman dapat dilihat dengan jelas, dengang pewarnaan Romanowsky, sedangkan di laboratorium yang paling banyak digunakan adalah pewarnaan Leishman yang diencerkan.
Kelinci merupakan hewan percobaan yang sangat peka terhadap kuman pasteurel meskipun jumlah yang disuntikkan hanya sedikit sekali. Mencit terbukti juga memiliki kepekaan yang serupa dan harganyapun jauh lebih murah, sedangkan marmot tidak begitu peka terhadap kuman tersebut. Itik dan ayam yang disuntikkan dengan kuman dari serotype B:2 tidak mengalami perubahan, kecuali apabila dosis suntikkannya sangat besar. Burung perkutut terbukti memiliki ketahanan yang tinggi terhadap infeksi buatan di laboratorium.
Uji presipitasi secara agar gel double diffusion dan teknik fluoresen antibody telah digunakan dalam penentuan diagnosis. Galur kuman serotype B:2 dan E:2 merupakan biotipe tersendiri secara mofologik, sifat biakan maupun sifat-sifat biokimiawinya. Kedua serotype tersebut hanya dapat dibedakan secara uji serologik.
Terapi dan pengendalian
Karena cepatnya jalan penyakit SE pengobatan yang memberikan hasil baik sukar diperoleh. Dalam percobaan sediaan sulfadimidine dan antibiotika berspektrum luas memiliki sifat kuratif, bila diberikan sedini mungkin dan dengan dosis yang penuh. Titik balik untuk pengobatan berada diantara 12-18 jam setelah terjadinya infeksi, di saat kuman dapat dibersihkan penderita tetap mengalami kematian. Antiserum yang digabung dengan obat-obatan masih mempunyai daya menyembuhkan, akan tetapi produksinya sekarang sudah sangat berkurang apabila dibandingkan dengan waktu-waktu yang lampau. Karena penyembuhan dengan cara yang efektif tidak memungkinkan, maka pencegahan dengan cara vaksinasi adalah cara yang terbaik untuk ditempuh.
Untuk megetahui tingkat kekebalan kelompok maupun individu dari suatu kegiatan vaksinasi SE dapat dilakukan uji passive mouse protection test (PMPT) dan ELISA, yang keduanya biasanya memberikan hasil yang parallel. Uji dengan PCR hasilnya juga sangat mayakinkan, akan tetapi tidak banyak laboratorium yang melakukannya karena alasan keterbatasan sarana dan prasarana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
salam veteriner...