paper
CENDAWAN
PERANANNYA DALAM PENINGKATAN PRODUKSI SUSU
Kelompok 1
Zul Azmi, SKH
Susi Darmayanti, SKH
Ferdian, SKH
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2012
PERANAN CENDAWAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI SUSU
Produksi dan kualitas susu sapi perah sangat ditentukan oleh kondisi fisiologis sapi, bobot badan, kualitas pakan. kondisi fisiologis sapi perah seperti periode beranak atau berumur dan bulan laktasi sangat berpengaruh pada fluktuasi produksi dan kualitas susu. bobot badan awal akan menentukan tingkat konsumsi pakan sapi perah, sedangkan kualitas pakan berpengaruh pada jumlah nutrien yang dapat dicerna akan diserap oleh tubuh. jadi bobot badan dan kualitas pakan akan menentukan jumlah nutrien yang tersedia sebagai bahan baku sintesis susu (Muktiani, 2004). protein, lemak dan laktosa adalah tiga nutrisi utama yang terdapat dalam air susu. protein dan laktosa kadarnya dipertahankan tetap di dalam susu, sedangkan lemak kadarnya berubah tergantung pasokan bahan baku sintesis lemak susu.
Sapi-sapi yang mendapatkan asupan probiotik yang mengandung Saccharomyses cerevisiae dan Bacillus spp terjadi peningkatan produksi susu sebesar 16,32%-17,29% pada kelompok ternak yang diberi asupan probiotik sebesar 15 gr, dan peningkatan sebesar 17,82%-19,76% pada kelompok ternak yang mendapatkan asupan probiotik sebesar 30 gr (Supriyati, 2010). Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Widiawati dan Winugroho (2007) bahwa penambahan probiotik yang terdiri dari Bioplus, S. cerevisiae dan Candida utilis pada pakan dapat meningkatkan produksi susu sapi perah sebesar 13%. Supriyati et al. (2007) melaporkan bahwa pemberian onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan produksi susu sapi perah sebesar 3, 91 l/h dibanding kontrol (14.47 vs 10.56 l/h) di tingkat lapang probiotik Aspergillus niger. Demikian pula Elghani (2007) pemberian 3 g ataupun 6 g S. Cerevisiae pada pakan sapi perah yang berupa alfalfa dan jerami gandum dapat meningkatkan produksi susuu. Pada kambing perah Saanen pemberian S. Cerevisiae sebesar 0,2 g yang setara dengan 4 x 109 CFU per harinya dapat meningkatkan produksi susu sebesar 14,4%.
Pengaruh suplementasi probiotik (s. cerevisiae dan a. oryzae) bermineral terhadap kualitas susu. pada penelitian tersebut dilaporkan kadar lemak dan laktosa tertinggi dicapai oleh perlakuan penambahan probiotik bermineral Zn+Cr. Subiyatno et al. (1996), menyatakan bahwa Cr mampu meningkatkan konsentrasi IGF-1 yang berperan membantu meningkatkan uptake glukosa oleh sel kelenjar ambing. Seperti telah diketahui pada sintesis lemak susu pada ternak ruminansia ketersediaan glukosa tidak kalah penting dibandingkan ketersediaan asam lemak sebagai bahan baku sintesis susu. Glukosa juga merupakan sumber α-gliserol bagi sintesis lemak susu. selain itu melalui siklus pentosa fosfat glukosa dibutuhkan untuk mereduksi NADP+ sehingga menghasilkan NADPH (Collier, 1985). Telah dikemukan sebelumnya bahwa setiap pemanjangan 2 rantai C pada sintesis asam lemak dibutuhkan q molekul NADPH. berdasarkan hal tersebut diatas dapatlah dimengerti bahwa kadar lemak susu akan meningkat dengan meningkatnya pasokan glukosa ke dalam sel kelenjar ambing.
Salah satu enzim yang bisa dihasilkan dari proses fermentasi cendawan adalah enzim lipase. Lipase merupakan kelompok enzim yang secara umum berfungsi dalam 1 hidrolisis lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk menghas ilkan asam lemak bebas dan gliserol (Falony, et al., 2006). Enzim ini juga digunakan dalam hidrolisis triasilgliserol (TAG) menghasilkan diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (Putanto, et al., 2006). Kapang Aspergillus niger merupakan salah satu sumber penghasil enzim lipase. Aspergillus niger merupakan mikroba jenis kapang yang dapat tumbuh cepat dan tidak membahayakan karena tid ak menghasilkan mikotoksin. Selain itu, penggunaannya mudah karena banyak digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat da n beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amilo-glukosidase dan selulase. Enzim lipase juga dihasilkan melalui dinding lambung yang bersifat sangat asam. Enzim ini dikeluarkan bersama dengan pepsin dan renin. Enzim pencernaan manusia ini berfungsi dalam proses metabolisme, yaitu memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Sehingga dengan adanya bantuan dari beberapa cendawan yang dapat menghasilkan enzim lipase ini maka akan lebih banyak lipid yang dapat dipecah menjadi asam-asam lemak, sehingga dapat juga meningkatkan kadar lemak di dalam susu. Banyak studi yang melaporkan bahwa kultur ragi dapat meningkatk an proses pencernaan dalam rumen atau dalam seluruh saluran pencernaan. Peningkatan ini berhubungan langsung dengan adanya stimulasi pertumbuhan dan aktivitas mikroba dalam rumen. Dilaporkan bahwa kecepatan awal dalam mencerna serat menjadi lebih cepat atau timelag untuk mencerna serat berkurang sampai 30% (Dawson, 1994). Williams et al. (1991) melaporkan bahwa pada 24 jam pertama inkubasi in sacco dalam rumen sapi, lebih banyak serat dicerna (naik rata-rata 13%) dengan penambahan kultur ragi dibanding kontrol. Strain ragi tertentu dapat pula meningkat dan mempengaruhi kecepatan awal pencernaan serat. Walapun begitu total pencernaan serat seringkali tidak berbeda nyata antara penambahan kultur ragi dengan kontrol (Surhayadi et al., 1996; Wallace, 1996). Tidak semua studi memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan serat. Dengan membandingkan berbagai jenis bahan pakan yang sering dipakai di luar negeri, terlihat bahwa silase jagung memberikan respon yang paling besar. Kecernaan bahan kering silase jagung meningkat dari 33% menjadi 42% dengan penambahan kultur ragi. Dalam studi ini silase jagung mempunyai kecernaan bahan kering yang paling rendah di bandingkan dengan bahan lain yang diuji (Dawson, 1994). Studi ini sebenarnya sangat menarik mengingat di Indonesia pakan yang diberikan lebih banyak mengandung serat dengan kecernaan yang tidak terlalu tinggi. Studi ini perlu dikembangkan dengan uji pemberian pakan
secara langsung kepada ternak dengan waktu yang lama.
Perubahan dalam rumen
Peningkatan respon produksi karena penam bahan kultur ragi yang dilaporkan banyak dihubungkan dengan pengaruh ragi pada mikroorganisme di dalam saluran pencernaan terutama pengaruhnya pada mikroorganisme rumen. Penambahan kultur ragi dapat memacu/menstimulasi pertumbuhan bakteri anaerob rumen lebih cepat sehingga populasi bakteri terutama bakteri selulolitik dan bakteri asam laktat meningkat. Dawson et al. (1990) mendapatkan peningkatan total bakteri sampai 10 kali lipat pada sapi yang diberi kultur ragi di bandingkan kontrol. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada fermentasi secara in vitro dan peningkatan bakteri selulolitik lebih besar dari total populasi. Peningkatan populasi bakteri ini ternyata di pengaruhi oleh strain ragi dan jenis pakan. Peni ngkatan populasi bakteri tertentu akan merubah komposisi bakteri dan kondisi fermentasi rumen. Meningkatnya populasi bakteri selulolitik akan meningkatkan aktivitas selulolitik dan waktu yang dibutuhkan untuk mulai mencerna serat berkurang 30% dengan adanya ragi. Bila populasi bakteri asam laktat meningkat maka metabolisme asam laktat menjadi asam propionat ditingkatkan. Konsentr asi asam laktat menurun sehingga pH rumen lebih stabil. Peningkatan bakteri asam laktat dan konsentrasi asam propionat lebih besar (24,5 vs 22,8 mM) pada kultur kontinyu yang di beri ragi di bandingkan dengan kontrol.
Rangkuman mekanisme kultur ragi dalam rumen ruminansia (sumber: Wina, 1999)
Uraian sebelumnya memperlihatkan bahwa kultur ragi dapat meningkatkan populasi bakteri selulolitik dan bakt eri asam laktat dalam rumen. Penjelasan mengenai pengaruh ragi ini sebenarnya banyak yang belum jelas, apakah ragi itu sendiri yang menstimulasi bakteri rumen atau nutrien dalam kultur ragi yang memberikan pengaruh atau sebab lain. Ada tiga hipotesis yang dipaparkan oleh Wallace (1996) untuk menjelaskan hal ini.
1. Tersedianya vitamin dan mineral
Kultur ragi dan medium tumbuhnya banyak mengandung nutrien yaitu vitamin, mineral, dan asam amino. Kontribusi nutrien ini ke dalam rumen tentu dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri. Selain nutrien dalam ragi diidentifikasi
dua komponen yang dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri rumen dalam kultur murni. Komponen yang pertama bersifat tahan panas sedangkan yang kedua sensitif terhadap panas. Identifikasi lebih lanjut terhadap sifat kimia dari kedua komponen ini masih berlanjut dan pengaruhnya terhadap populasi campuran masih harus diuji.
2. Hipotesa asam dikarboksilat
Selain nutrien dan kedua komponen yang sudah diisolasi, ternyata dalam ekstrak ragi terdapat asam dikarboksilat yaitu asam malat yang juga menstimulasi pemanfaatan asam laktat dan mencegah fluktuasi nya pH larutan. Tetapi hipotesa ini agak disangsikan karena sedikitnya kandungan asam malat ini di dalam ragi (1%) dan apakah dengan jumlah yang sangat kecil akan memberikan pengaruh yang nyata dalam menstimulasi pertumbuhan bakteri. Ketika asam malat di ”infus” langsung ke dalam rumen, ada sedikit peningkatan jumlah bakteri selulolitik tetapi kecernaan serat tidak meningkat.
3. Hipotesa berkurangnya oksigen
Ada pendapat yang menyatakan bahwa fungsi yang sangat menguntungkan dari ragi adalah kemampuannya yang dapat menghilangkan oksigen di dalam rumen. Lebih dari 99% bakteri rumen bersifat sangat anaerob artinya sedikit saja oksigen masuk ke dalam rumen dapat merugikan proses fermentasi. Tetapi oksigen tetap masuk ke dalam rumen selama ternak makan dan ragi mempunyai aktivitas respiratory yang dapat menghi langkan oksigen. Hal ini akan sangat membantu mempertahankan kondisi rumen untuk tetap anaerob dan secara tidak langsung memberi kondisi yang baik untuk bakteri rumen untuk memperbanyak diri.
Dari hasil-hasil penelitian yang dikumpulkan, hanya ada dua penelitian tentang pemanfaatan ragi yang sudah dilaporkan di Indonesia dan ada beberapa penelitian diperguruan tinggi yang saat ini sedang berjalan. Hasil penelitian invitro dilakukan pada kerbau (Surhayadi et al., 1996) dan pada sapi penggemukan (Winugroho et al., 1996) memberikan respon yang positif. Hasil yang sangat positif dari banyak penelitian tentang ragi adalah meningkatnya bakteri selulolitik dan asam laktat. Ternak ruminansia di Indonesia lebih banyak diberi kan bahan hijauan dari pada konsentr at sehingga penggunaan ragi dalam pakan mungkin sangat bermanfaat. Karena ragi lokal banyak digunakan di Indonesia untuk makanan bermacam-macam, maka studi pengembangan terhadap jenis-jenis ragi yang cocok untuk ruminansia serta pemanfaatannya untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia masih sangat terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Abd El Ghani, A. 2004. Influence of diet supplementation with yeast culture (Saccharomyses cerevisiae) on performance of Zaraibi goats. Small Ruminan Research. 52(3):223–229.
Abun, T.A. dan D. Saefulhadjar. 2006. Pemanfaatan limbah cair ekstraksi kitin dari kulit udang produk proses kimiawi dan biologis sebagai imbuhan pakan dan implikasinya terhadap pertumbuhan ayam broiler. Universitas Padjajaran.
Anis, Muktiani, F. Wahyono, dan Sutrisno. 2004. Sintesis Probiotik bermineral untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi serta kesehatan sapi perah. laporan penelitian. Direktorat penelitian dan pengabdian pada masyarakat direktorat jendral pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional
Collier, R.J. 1985. Nutriotional metabolic, and enviromental aspects of lactation. In:lacation (Eds. B.L. Larson). The Iowa State University Press-Ames.P.103-110.
Dawson, K.A. 1994. Successful application of defined yeast culture preparations in animal production. Alltech’s Asia Pacific Lecture Tour. 1-20.
Dawson, K . A., K . E. Newman, and J.A. Boling. 1990. Effects of microbial supplements containing yeast and lactobacilli on roughage-fed rum i nal mi crobial activities. J. Anim. Sci . 68:3392-3398.
Falony, G., J. C. Armas, J. C. D. Mendoza and J. L. M. Hernandez. 2006. Production of Extracellular Lipase from Aspergillus niger by solid-state Fermentation. Food Technol.Biotechnol. 44 (2) 235-240.
Putranto, R. A., D. Santoso, T. P. Suharyanto, A. Budiani. 2006. Karakterisasi gen penyandi lipase dari kapang Rhizopus oryzae dan Absidia corymbifera. Menara Perkebunan. 74(1). 23-32
Subiyatno, A., D.N. Mowat and W.Z. Yang.1996. Metabolismeand hormonal response to glucose or propionat infusions in periparturient dairy cows supplemented with chromium. J.Dairy Sci. 79: 1436-1445.
Supriyati. 2010. Pengaruh suplementasi probiotik dalam peningkatan produksi dan kualitas susu sapi perah di tingkat peternak. balai penelitian ternak. Bogor.
Supriyati, I P. Kompiang, Gunawan, Budiman, A.Sobari, Mamad dan B. Maolana. 2007. Peningkatan mutu onggok melalui fermentasi sebagai bahan baku pakan sapi perah. Prosiding Seminar Sapi Perah. 2006.
Suryahadi, K.G. Wiryawan, I.G. Permana, H. Yano, and R. Kawashima . 1996. The use of local y east culture Saccharomyces cer evis i ae to im prove ferm entation and nutrient utilization of buffaloes. Proc. 8th AAAP Animal Sci. Congress. 2: 168-169.
Wallace, R.J. 1996. The Mode of Action of Yeast Culture in Modify ing Rumen Fermentation. In: Biotech-nology in the Feed Industry (Ly ons, T.P. and K.A. Jaques, eds) Proc. Alltech 12 th Annual Symp, United Press. 217-232.
Widiawati, Y. dan M. Winugroho. 2007. Pengaruh pemberian konsentrat fermentasi dan probiotik terhadap produksi susu sapi perah di Pondok Rangon. Prosiding Seminar Sapii Perah. 2006.
Williams, P . E.V., C.A . G. Tait, G . M. Immes , and C.J. Newbold . 1991. Effects of the inclusion of y east cultures (S.c. plus growth medium) in the diet of dairy cows on milk yi eld and forage degradation and ferm entation patterns in the rume n of steers. J. Anim. Sci. 69:3016-3020.
Wina, Elizabeth. 1999. pemanfaatan ragi (yeast) sebagai pakan imbuhan untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia.Balai penelitian ternak. bogor.
Winugroho, M ., Y. Widiawati, dan A.D. Sudjana. 1996. Penggunaan probiotik untuk meningkatkan efisiensi produksi sapi potong di Indonesia. Ringkasan Seminar Nasional I. Ilmu Nutrisi dan Makanan. Fakultas Peternakan IPB. 46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
salam veteriner...